Kamis, 06 Oktober 2011

Awas, Jangan Tertipu Pengembang "Lebay"!



Tak sedikit kasus calon konsumen rumah dirugikan akibat buruknya komitmen pengembang menepati janji-janji yang dipaparkan saat menawarkan produknya. Sekali lagi, sesal setelah membeli tiada guna.

Sebutlah misalnya, seorang calon pembeli rumah sudah membayar tak kurang dari Rp 50 juta sebagai uang muka bakal rumahnya. Dalam perjalanan, lokasi calon rumahnya itu ternyata akan dilewati oleh proyek jalan tol.

Ini terjadi bukan satu atau dua kasus. Di Jakarta, ratusan orang mengalami hal sama dan menuntut pengembang mengembalikan uang yang sudah disetorkan, plus bunganya. Pengembang ingkar dan kasusnya berlarut-larut.

Janji tinggal janji. Warga di perumahan lain juga dibuat kesal, karena janji pengembang membangun arena pusat kebugaran (sports club) hanya tinggal janji. Belakangan malah sebuah sekolah menengah atas berdiri di atas lahan yang tadinya dijanjikan untuk arena sports club itu. Akibatnya, lalu lintas dan ketenangan warga jadi terganggu karena munculnya sekolah baru di perumahan mereka.

Di tempat lain, seorang pembeli rumah harus marah-marah ke pengembang lantaran umum menuju lokasi rumahnya tidak segera diperkeras. Toh, tetap tidak ada perubahan sudah banyak warga yang menghuni.

Akibatnya, jalanan menuju rumah sudah layaknya sungai. Jalan bergelombang di kala kemarau, dan menggenang di musim hujan.

Memang, kasus-kasus semacam ini ratusan, bahkan mungkin ribuan kali terjadi. Hanya segelintir saja yang terekspos ke permukaan karena pada umumnya warga malas mengadukannya, atau malah putus asa, atau ingin mengadu tapi tak tahu ke mana.

Apakah ini sedang terjadi pada Anda?

Pelanggaran komitmen

Kasus paling banyak terjadi yang mengakibatkan seorang konsumen dirugikan adalah jadwal serah-terima kunci meleset dari waktu yang sudah dijanjikan. Melesetnya pun tidak pernah lebih cepat dari jadwal, karena selalu lebih lambat. Bahkan, sudah menjadi kelaziman, bahwa serah terima kunci seolah-olah memang harus terlambat.

Bisa dikatakan, hampir tak ada pengembang yang memberikan garansi tertulis disertai kompensasi-kompensasi yang jelas bilamana bangunan yang sudah dibeli konsumen telat pada waktu penyerahan kuncinya. Sejatinya, betapa menarik dan tergodanya konsumen bila ada developer melakukan hal ini. Bahkan, barangkali, jika ini dilakukan dapat menjadi sebuah tools marketing dahsyat.

Pelanggaran lain tak kalah banyak terjadi adalah penanganan komplain yang tidak memadai manakala ada bangunan cacat (retak, bocor, tidak sesuai spesifikasi yang dijanjikan, dan sebagainya). Garansi biasanya diberikan selama kurun waktu 100 hari atau 3 bulan sejak serah terima kunci. Yang terjadi, sebelum 3 bulan bangunan memang berfungsi baik, tapi setelahnya mulai muncul masalah.

Masalah lain, bagaimana bila rumah diserahkan pada musim kemarau, sementara hujan yang pertama kali mengguyur setelah rumah dihuni baru baru terjadi setelah masa 100 hari itu habis. Alangkah hebatnya dan akan menjadi sebuah sarana promosi yang hebat jika garansi terhadap kebocoran rumah misalnya, diberikan setelah rumah tersebut diterpa hujan. Maka, calon konsumen sudah seharusnya sangat cermat memperhatikan dan mencermati komitmen yang diberikan secara tertulis maupun lisan oleh pengembang saat mereka menawarkan produknya.

Pertanyaannya, jika komitmen tertulis dengan mudah didapat, bagaimana membuktikan komitmen yang disampaikan secara lisan oleh tenaga marketing pengembang tersebut?

Anda tidak perlu khawatir. Anda bisa memanfaatkan ponsel yang memiliki kemampuan rekam sangat memadai untuk mendokumentasikan janji-janji ini. Bisa direkam secara terbuka maupun sembunyi-sembunyi.

Namun, yang lebih penting dari itu, komitmen pengembang dalam membangun sebuah kawasan atau perumahan dapat terlihat secara fisik dari infrastruktur yang disediakan di situ, sampai dengan hal-hal yang remeh-temeh seperti bagaimana pepohonan dirawat. Kita bisa menilik rencana sarana jalan yang ada, cukup luas atau cuma sedikit lebih lebar dari sebuah gang senggol.

Perhatikan pula pengaturan drainase di lokasi ini, bagaimana dan seperti apa fasilitas umum disediakan. Semua ini bisa secara mudah dinilai. Bahkan, bagaimana tampilan fisik kantor pemasaran, cara karyawannya melayani konsumen, sampai dengan bagaimana pepohonan dan taman dirawat, akan menunjukkan filosofi dan komitmen pengembang dalam membangun kawasan atau kompleks hunian tersebut secara keseluruhan.

Perlu diketahui, pengembang yang sekadar "menjual unit" akan berbeda dengan pengembang yang berkomitmen membangun kawasan atau menawarkan hunian nyaman yang terkonsep secara matang. Pengembang yang sekadar mengeruk untung akan berbeda dengan pengembang dengan perspektif dan menawarkan sebuah nilai investasi bagi konsumen. Mereka yang sekadar menjual unit umumnya tak akan memperhatikan segala sesuatu di luar kawasannya. Istilahnya, bagaimana sarana jalannya, sarana transportasinya, bagaimana interaksinya dengan lingkungan sekitar, bukanlah urusan mereka.

Ya, begitulah kurang lebih jika diterjemahkan. Nah, untuk mengetahui dan mengukur komitmen semacam ini, mau tak mau konsumen harus mengeluarkan tenaga ekstra dengan melihat langsung ke lokasi, mengamati, dan mencermati semua hal di sepanjang jalan menuju lokasi.

Tentunya, sangat mustahil mencium komitmen ini hanya dari brosur yang dicetak, apalagi kata-kata memikat dari tenaga pemasarnya yang rapi atau cantik rupawan. Padahal, dengan kunjungan ke lokasi, calon konsumen akan dapat menilai komitmen pengembang tersebut, dan kemudian dapat memastikan, apakah investasi yang kita lakukan atas calon rumah tersebut akan berprospek atau ngehek.

Sumber : www.properti.kompas.com/Awas.Jangan.Tertipu.Pengembang.Lebay.
http://www.propertykita.com/direct.html?pat12from=DINI&url=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar