Kamis, 24 November 2011

Tahu Kenapa UU Rusun Belum Lindungi Konsumen?



JAKARTA. Akar permasalahan rumah susun selalu diawali dari pembuatan dokumen perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang tidak transparan dan berimbang. Mirisnya, Undang-undang Rumah Susun (Rusun) tahun 2011 dinilai tidak menjamin hal ini bagi kenyamanan konsumen rusun yang umumnya dari kalangan menengah ke bawah.

Selain semakin menjauhkan dari jiwa kegotong royongan, hal lain yang sangat disoroti pada UU Rusun 2011 adalah dokumen perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) sebagai salah satu dokumen pertama dan paling penting untuk jual/beli. Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Ibnu Tadji HN pada diskusi terbatas di kantor sekretariat Aperssi, Lenteng Agung, Rabu (23/11/2011), menegaskan bahwa UU tersebut telah gagal menciptakan ketentraman dan kenyamanan bertempat tinggal di rumah susun.

"Standar pembuatan PPJB harusnya menjamin perlindungan bagi rakyat sebagai konsumen," kata Ibnu.

Mirisnya, lanjut dia, pelaku pembangunan atau developer, boleh melakukan pemasaran sebelum pembangunan rusun dilaksanakan. Syaratnya, developer harus memiliki jaminan atas pembangunan rusun dari lembaga penjamin seperti termaktub dalam UU tahun 2011 tentang Rusun Pasal 42 ayat 2 huruf e).

Hal itu diperkuat dengan UU Tahun 2011 tentang Rusun, Pasal 43 ayat 2 yang isinya PPJB dilakukan setelah fisik bangunan rusun terbangun paling sedikit 20%.

"Apakah kalau bangunan rusun itu sudah 20% dibangun menjamin aman buat konsumen, belum tentu. Yang ada sekarang ini, kita tak pernah tahu dengan jelas isi PPJB seperti apa, jadinya seperti membeli kucing dalam karung," kata Ibnu.

Pendapat tersebut diperkuat fakta, bahwa ikatan tanda jadi saat konsumen memberikan uang adalah uang tidak kembali jika terjadi sesuatu pada pembangunan rusun. Sekretaris Jenderal Aperssi, Aguswandi Tanjung, mengatakan sudah menjadi standar developer, bahwa aturan main dokumen PPJB selalu berat sebelah, tidak berimbang antara hak dan kewajibannya, dan yang jelas, tidak ada lembaga penjamin.

"Tidak jelas kapan akte jual belinya atau AJB, status tanah dan nilai perbandingan proposional atau NPP-nya, karena dokumen-dokumen lainnya disembunyikan developer," ujar Aguswandi.

Saat ini, masyarakat masih awam tentang landasan hukum yang menaungi rumah susun. Disimpulkan pada diskusi ini, bahwa perlindungan terhadap konsumen masih sebatas text book, belum pada praktiknya.

Di sisi lain, Pemerintah cenderung tidak berdaya dalam merespon pengaduan masyarakat terhadap pelanggaran UU dan peraturan tentang rumah susun. Sementara jika terjadi masalah, tindakan pengembang pun sering diwarnai dengan intimidasi dan premanisme.

"Tidak semua pengembang, tapi kenyataan yang banyak terjadi seperti itu. Di sisi lain, UU ini juga tidak menyebutkan adanya lembaga penjamin PPJB ini, kasihan dong konsumen," timpal Ibnu.

Undang-undang Rumah Susun (Rusun) tahun 2011 yang telah disahkan oleh DPR RI pada Oktober 2011 lalu dinilai sebagai "kecelakaan sejarah" (Baca: UU Rusun 2011 adalah "Kecelakaan Sejarah"....). UU yang menggantikan UU No 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun ini hanya "ganti baju" dari UU sebelumnya itu karena tak banyak berubah dan belum semuanya melindungi kepentingan konsumen rusun, terutama menjamin penyediaan tanah dan rumah, Badan Pelaksana Rusun atau BPRS, Perhimpunan Penghuni, RT/RW, dan Pengelolaannya.



Sumber : www.properti.kompas.com/Tahu.Kenapa.UU.Rusun.Belum.Lindungi.Konsumen.

Cari rumah..?? Propertykita Lebih banyak pilihanya...!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar