"JORR itu dulu saya bilangnya bukan Jakarta Outer Ring Road tapi Jalan Ora Rampung-Rampung." canda Trihatma Kusuma Haliman, yang sontak disambut tawa membahana waktu mengisi sesi talkshow di Investor Summit 2010. Pemilik Agung Podomoro Grup ini dengan muka sumringah menyambut listingnya saham Agung Podomoro (APLN) pada Bursa Efek Indonesia.
Trihatma, demikian ia akrab dipanggil, merupakan salah satu pemain utama di bidang bisnis properti selama 12 tahun terakhir, terutama dalam penyediaan hunian vertikal di Jakarta. Dengan market share untuk apartemen di atas 50% dan kebutuhan hunian di perkotaan yang besar, seiring pertumbuhan penduduk, ia memberanikan diri mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.
Perseroan resmi mencatatkan sahamnya (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan melepas 6,150 miliar lembar saham baru ke publik atau setara 30% dari jumlah saham yang dicatatkan yakni 20.500.000.000 lembar saham.
Harga pelaksanaan penawaran umum perdana saham atau initial publik offering (IPO) ini Rp365 dengan nilai nominal Rp100 per lembar saham. “Dari pelepasan saham itu, dana yang berhasil dihimpun dari IPO ini sebesar Rp2,244 triliun dengan kapitalisasi pasar Rp7,482 triliun,” katanya.
Sebanyak 35% dari dana hasil IPO itu akan digunakan untuk membayar pinjaman bank perusahaan properti. Kemudian 35% lagi untuk menyelesaikan konstruksi apartemen, hotel, dan kantor di proyek Central Park. Sisa dana untuk akuisisi dan pengembangan proyek baru.
"Kita akan tetap melakukan terobosan land bank di lokasi strategis pada akhir tahun, dan kita memiliki konsep recyle sehingga terus dibangun secara berkesinambungan," kata Trihatma.
Banyak kisah penyemangat yang ditularkan Trihatma kepada para entrepreneur maupun pelaku usaha. Salah satunya adalah keberaniannya memulai usaha di usia belia. Ia menuturkan, ketika ia masih berusia 23 tahun, ia mengajak ayahnya ke bank untuk memperoleh pinjaman pertamanya.
Saat itu, semua pihak, termasuk ayahnya, meremehkan kemampuannya berbisnis, "Apa kamu yakin bisa mengembalikan pinjaman itu?" tanya ayahnya pada waktu itu.
Namun insting bisnis Trihatma ternyata tidak meleset. Dalam waktu 3 bulan, ia berhasil melunasi semua pinjamannya kepada bank lewat jual beli tanah secara konvensional di daerah sunter.
Kisah keberanian lain yang diungkapkan adalah ketika Trihatma memilih bertahan, saat pengembang lain meninggalkan pasar atas imbas krisis multidimensi 1997-1998.
Sukses diraih atas keputusan yang bertentangan dengan developer lain, didukung pemilihan jitu tentang bisnis yang akan digarap. Nama Agung Podomoro pun semakin berkibar sebagai salah satu pengembang terdepan masa kini.
“CEO-CEO saya sudah punya firasat yang sangat mengkhawatirkan tentang dampak serius terhadap properti dunia. Mungkin saat itu saya sendiri yang tenang. Banyak teman-teman lain yang stop saat itu, namun saya memutuskan maju terus," kenang Trihatma.
Kisah sang raja apartemen ini dimulai selepas ia merampungkan pendidikan di Jerman pada 1973. Ketika itu, sebagai generasi kedua penerus perusahaan yang dibangun ayahnya, Anton Haliman, pada 1969, Trihatma diminta kembali ke Indonesia untuk mulai belajar mengendalikan Agung Podomoro.
Berbekal kerja keras, Trihatma pun akhirnya dipercaya untuk mengendalikan Agung Podomoro sepenuhnya sejak 1986. Ia mengelola 27 proyek properti berskala besar di Jakarta dan sekitarnya dengan total kapitalisasi Rp15 triliun.
Perkembangan jaman membuatnya terus berekspansi. Trihatma pun menjajal bisnis pusat perbelanjaan. Di tengah persaingan antar-pusat perbelanjaan yang makin keras, ia justru melihat di situlah daya tariknya. “Para pebisnis akan makin kreatif menghasilkan inovasi tatkala kompetisi makin ketat,” ujarnya.
Berkat tangan dinginnya, hingga kini Trihatma telah menuntaskan proyek di Mangga Dua Square dan Plaza Semanggi. Selain proyek Forum di seberang Plaza Senayan dan STC Senayan. Forum mengemban misi menjadi salah satu ikon baru pusat perbelanjaan Indonesia. Desainnya, kabarnya, merupakan yang terdepan saat ini di Indonesia.
Sukses Podomoro tak terlepas dari strategi pemasaran yang baik. Strategi pertama adalah dari segmentasi pasar yang membidik konsumen menengah ke atas. Strategi kedua adalah brand image. Di sini ada dua brand image. Pertama, sebagai umbrella image, adalah trademark Mediterania.
Kemudian, yang kedua, sebagai value brand, adalah perusahaan Grup Agung Podomoro, yang track record-nya sangat baik. Strategi yang ketiga adalah penjualan. Podomoro menggunakan jasa agen-agen penjualan yang profesional.
[Sumber: http://www.inilah.com/read/detail/1024462/pria-santun-berinsting-bisnis-tajam]
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Pengen punya rumah sendiri? kini bukan hal yang susah. klik DISINI semua jadi mudah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar