Tingginya biaya bulanan untuk kebutuhan listrik dan air di rumah susun sederhana milik (Rusunami) sudah lama dikeluhkan para penghuninya. Alih-alih mendapatkan biaya murah karena apartemen bersubsidi, para penghuni justru mengeluarkan ongkos setara harga apartemen komersial.
Keluhan ini disampaikan oleh Rahmat R penghuni Rusunami kepada Kompas.com (Sabtu, 2/4/2011). Rahmat yang tinggal di Rusunami Cibubur Village Apartment, di Jln. Radar Auri No. 1, Cibubur, Jakarta Timur, dengan pengembang PT. Binakarya Graha Tama mengeluhkan tingginya tarif listrik dan air serta biaya bulanan di Rusunami tersebut.
"Saya sangat terkejut dengan tingginya tarif listrik dan air serta biaya bulanan di Rusunami tersebut. Terkesan, penetapan tarif listrik-air dan biaya bulanan di Rusunami ini dilakukan
tanpa pengawasan dan pengaturan yang serius dari pihak pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Perumahan Rakyat," tulis Rahmat.
Dibandingkan dengan pemakaian listrik dan air untuk rumah tangga (landed-house), cerita Rahmat, betapa jauh perbedaannya dengan tarif listrik dan air di Rusunami tempat ia tinggal. "Teknisi apartemen ini pernah saya minta menghitung biaya pemakaian riil per KWH di unit saya. Hasilnya, biaya pemakaian per KWH adalah Rp1000. Sebelumnya, Dirut PLN Dahlan Iskan sudah menyatakan menghapus biaya notaris, sertifikat laik operasi, biaya appraisal atau penilaian, dan jamintek untuk Rusunami," katanya.
Keringanan semacam ini, di samping keringanan-keringanan lain, seharusnya tidak membuat tarif listrik untuk Rusunami menjadi lebih mahal. Selanjutnya, tarif air ditetapkan Rp12.500 per meter kubik, disamakan dengan tarif kelas komersial; itu pun belum termasuk biaya
abodemen air, dengan jumlah sebesar Rp25.000 per bulan.
Lalu mengenai biaya pelayanan. Sebagaimana tertera di kwitansi, rincian tagihan bulanan di luar listrik dan air tercatat sebagai berikut: service charge Rp221.000, pemakaian tetap Rp42350, biaya administrasi Rp10.000, sinking fund Rp 17.000, asuransi Rp15.000. Totalnya sebesar Rp305.350. Ditambah listrik dan air (dan semoga nanti tidak ditambah lagi dengan biaya parkir), bisa dihitung betapa besar pembayaran yang harus dikeluarkan penghuni rusunami per bulannya.
Menurut Rahmat, apakah tagihan seperti ini pantas dikenakan untuk Rusunami yang nota bene
dimaksudkan untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah? Salah satu pertimbangan Rahmat membeli Rusunami adalah harganya terjangkau dan adanya jaminan pengawasan dari
pemerintah dalam proses dan pasca-pembangunan Rusunami.
Dulunya Rahmat dan penghuni lainnya juga berharap segala biaya bulanan Rusunami nantinya akan terjangkau juga. Namun, tagihan bulanan dan biaya pemakaian listrik-air yang tinggi
mengesankan seolah-olah biaya dan tarif rusunami disamakan dengan biaya dan tarif apartemen komersial (tarif Bisnis).
Pemerintah memang gencar membuat program-program baru, termasuk akhir-akhir ini program rumah murah atau rumah rakyat; akan tetapi, apakah program-program yang sudah dan sedang dilaksanakan, seperti Rusunami, telah dievaluasi sekaligus mendapat pengawasan
yang selayaknya? Pengawasan serius serta pengaturan yang jelas diharapkan dapat menghindarkan tindakan komersialisasi rusunami oleh pengembang, yang tercermin dari penetapan biaya bulanan dan tarif listrik-air yang sewenang-wenang.
Menanggapi keluhan penghuni rusunami, Paul Marpaung, Deputi Bidang Perumahan Formal Kemenpera mengatakan pihaknya telah mengetahui permasalahan tingginya biaya bulanan tinggal di Rusunami ini.
"Kami sudah mengetahui ini sejak lama. Memang, tarif untuk listrik dan air belum ada yang bersubsidi, jadi masih disamakan dengan apartemen yang biasa," kata Paul saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Senin (4/4/2011).
Paul mengatakan telah menyampaikan keluhan ini kepada PLN dan Badan Pengelola Sistem PDAM, namun belum ada langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini. "Seperti air masih menjadi kendala, dimana-mana juga disamaratakan dengan harga apartemen rusunawa, karena masih menghitungnya kebutuhan satu gedung," jelasnya
"Tapi kami sudah menyampaikan kepada pihak-pihak terkait terutama Pemerintah Daerah DKI Jakarta sejak dua tahun lalu, tapi belum juga ditanggapi," katanya.
Sementara Rahmat mewakili pengembang rusunami mengatakan, pihaknya membebankan biaya listrik koridor sekitar rusunami kepada konsumen. Karena itulah biaya listrik di rusunami itu relatif lebih tinggi. "Biaya listrik di rusunami relatif lebih tinggi dibandingkan rumah MBR karena di rusunami biaya listrik bukan hanya biaya tempat tinggal konsumen, tapi juga meliputi listrik di koridor dan di halaman rusunami," jelasnya.
Sumber : http://properti.kompas.com/read/2011/04/04/18513565/Tingginya.Biaya.Rusunami.Kemenpera.Tunggu.Pemda
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar