Kondisi ini dinilai dapat menyebabkan masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki akses terhadap rumah yang dibangun oleh pemerintah baik secara langsung maupun yang bermitra dengan pengembang.
Direktur Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan (Housing and Urban Development Institute) Zulfi Syarif Koto mengatakan pengembang skala kecil menengah di daerah masih merasakan beban sangat berat karena banyak skema pajak yang dikenakan pemda.
“Berbagai pajak yang dikenakan pengembang perumahan kalau ditotal mencapai 28% di antaranya untuk biaya beban pertanahan dikenakan PPHTP sebesar 5%, BPHTP sebesar 5%,” katanya, hari ini.
Selain itu, jelasnya, pengembang masih dikenakan pajak pada saat proses menjual tanah dengan total mencapai 18%. Pajak penjualan tanah tersebut terdiri dari PPN 10%, PPh final 1%, biaya wajib potong kontraktor 2% dan BPHTB (biaya perolehan hak tanah bangunan) sebesar 5%.
“Dengan berbagai macam pajak yang besarnya mencapai 28% tersebut, maka kondisi ini sangat menyulitkan bagi para pengembang perumahan menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah,” terangnya.
Jika skema pajak tersebut dipaksakan kepada pengembang untuk dijalankan, mereka akan membebankan biaya pajak tersebut kepada konsumen dan kemungkinan pengembang mengurangi biaya untuk bahan bangunan sangat besar. Akibatnya, kualitas bangunan rumah menjadi rendah.
Karena itu, pemerintah harus segera menemukan cara menghilangkan beban pajak yang ditetapkan pada pengembang. “Barangkali, apa yang ditempuh Pemda DKI dalam pembangunan rumah sejahtera susun sewa yaitu membebaskan 50% retribusi IMB perlu diterapkan di berbagai kota lainnya,” katanya.
[Sumber: http://www.bisnis.com/index.php/infrastruktur/properti/5790-pajak-sektor-properti-dinilai-sangat-tinggi]
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Pengen punya rumah sendiri? kini bukan hal yang susah. klik DISINI semua jadi mudah !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar