Selasa, 16 November 2010

Tips Memilih Hunian di Jabodetabek (4)

Memilih rumah tinggal tidak sekadar memilih bangunan fisik. Juga bukan sekadar asal duitnya cukup. Atau bahkan asal bangunannya yahud. Perhatikan bagaimana situasi kebertetanggan dan pola hubungan bertetangga macam mana yang Anda inginkan!

Saat kita hendak memilih hunian, pada saat itulah naluri kita dituntun secara alamiah mengikuti hukum-hukum alam. Hukum alam yang manakah?

Di belantara raya di mana hukum alam meraja, gerombolan rusa akan berkumpul dengan rusa, kuda dengan kuda, singa juga dengan singa. Akan ada titik singgung di mana masing-masing gerombolan akan bertemu, bukan untuk berkumpul melainkan sekadar untuk mencari makan. Masing-masing binatang akan memilih habitat yang paling tepat untuknya. Mereka tidak perlu berpikir, mereka sekadar mengikuti naluri.

Nah, dalam memilih rumah, manusia juga akan menggunakan nalurinya, tetapi kemudian juga mengombinasikannya dengan kemampuan ekonomi dan kecerdasan sosial yang dimilikinya. Dalam memilih rumah, seseorang akan menjawab pertanyaan: apa yang dibutuhkan sebagai habitat hidupnya, dan apa yang diinginkan untuk membuat hidupnya nyaman?

Dengan bertanya demikian, seseorang tidak semata-mata akan berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut dari fasilitas atau "lingkungan" yang disediakan di tempat itu tetapi juga bagaimana dan seperti apa "jenis" tetangga yang akan dijumpainya pada lingkungan tersebut.

Maka, jika Anda kebetulan sedang berburu rumah, cobalah membangkitkan naluri Anda. Cobalah merasakan sebuah lingkungan hunian, apakah Anda langsung merasa sreg dan cocok atau merasa ada sesuatu yang membuat Anda tidak nyaman. Di situlah hukum alam sesungguhnyan telah bekerja.

Lingkungan perumahan yang tertutup rapat dalam klaster, atau perumahan yang semi terbuka, atau bahkan perumahan yang benar-benar terbuka adalah beberapa contoh "ekosistem" hunian yang ditawarkan oleh pengembang/developer.

Seorang yang senang bertetangga dan hidup dalam suasana komunal dan terbuka boleh jadi akan kurang menyukai lingkungan perumahan yang tertutup rapat dan hubungan sosial antartetangganya tidak ada. Sementara orang yang lebih menyukai privasi tinggi akan menyukai perumahan di mana hubungan sosial terjalin secara terbatas.

Dari sinilah kemudian muncul seleksi alam. Yang suka individual akan berkumpul di ekosistem yang memungkinkannya "hidup", yang mengemari suasana komunal juga akan hidup dalam ekosistem yang lain.

Karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang berpikir dan beradab, diciptakan atau dibangunlah sebuah ekosistem sehingga mereka yang tinggal di sana dapat bertahan hidup, memenuhi kodratnya sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berpikir.

Bila pengelompokan dalam ekosistem di alam berlangsung secara alamiah, pengelompokan manusia untuk tempat dia hidup akan ditentukan berdasarkan banyak faktor, antara lain ekonomi, psikologi, sosial, budaya, dan bahkan pendidikan.

Faktor-faktor ini  menjelaskan mengapa ada orang yang enggan untuk pindah dari suatu tempat meskipun secara ekonomi dia mampu untuk tinggal di tempat yang lebih baik. Barangkali faktor psikologis lebih banyak berbicara.

Ini juga menerangkan mengapa ada sebagian orang yang sampai tua sangat hobi berpindah-pindah tempat tinggal, dari satu perumahan ke perumahan lain. Orang seperti ini bisa jadi belum menemukan habitat yang cocok bagi diri dan keluarganya.

Begitulah hukum alam juga bekerja saat kita hendak memilik lokasi hunian.


Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya  :-)

Pengen punya rumah sendiri? kini bukan hal yang susah. klik DISINI semua jadi mudah !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar